Purnama sudah pamit semenjak kau membalikkan badanmu hari itu. Namun, mengapa justru malam ini langit begitu gempita?
Hari telah berlalu tanpa pernah kuhitung. Mungkin dua atau tiga purnama
yang telah berlalu. Namun Si Mbah dan para tetangga membisikiku kalau
duapuluh lima bulan yang sudah ditelan waktu. Bagiku, menunggumu, tak
pernah terasa begitu lama dan berat. Ah, aku masih menantimu diantar
angin laut!
Mungkin di tengah lautan sana, bilangan waktu menjadi tidak begitu
penting, bukan? Karena alam tentu akan dengan senang hati menunjukimu
kapan kau harus bersujud dan kapan kau harus menebar jala. Dan tentu
alam memberimu petunjuk kapan kau harus kembali ke rumah kita.
Sehatkah kau saat ini? Aku ingin sekali melihatmu menarik temali agar
perahumu menepi, kemudian berlari kecil ke arahku yang tengah menunggumu
sambil membatik. Lalu kita menyusuri pepasir. Atau mendengar ceritamu
tentang lautan sambil menyeruput teh melati kesukaanmu, sementara aku
meniup lilin pada cantingku. Mengingat kenangan-kenangan itu, seperti
meneguhkan kembali pengharapan yang kulabuhkan dalam doa-doa malamku.
Tuhan yang tahu di lautan mana kau nikmati waktu-waktumu, aku tidak diberiNya kuasa untuk sekedar melihatmu dalam mimpi.
Ah, jikalau benar rindu adalah hal yang membebani hati, maka kupikir
Tuhan tak akan memberikan beban serupa itu padaku. Karena seperti ujarmu
dahulu, tak akan Tuhan memberi titah yang tak mampu kuemban. Maka aku
menikmati setiap getar rindu ini.
Aku tak pernah tahu, bahwa angin darat mampu membawa ragamu kembali.
Namun malam ini, dari balik helai-helai batik yang tengah dijemur, aku
melihatmu berjalan dari arah pantai. Dan malam seolah menjadi gempita di
hari ke duapuluh. Gemintang seolah dibiarkan memenuhi angkasa dan aku
melihat cahaya itu. Mungkin, kau memang datang padaku hari ini. Datang
untukku dan perlahan menghapus rindu yang tak dapat lagi kusimpan
sendiri.
Purnama sudah pamit semenjak kau membalikkan badanmu hari itu. Namun,
waktu seolah tak lagi memiliki arti saat aku melihatmu kembali,
kemudian mengajakku pergi.
-sepulang dari sentra batik Paoman Indramayu. Dalam riwayat daerah
setempat, perempuan membatik sambil menunggu lelakinya kembali dari
lautan. (Kuswointan)
24 Oktober 2013
No comments:
Post a Comment